Kamis, 04 Januari 2018

Review Buku Sejarah Indonesia Modern 1200–2008



Identitas Buku
Judul      : Sejarah Indonesia Modern 1200–2008
Penulis   : M.C. Ricklefs
Terbit     : Desember 2008
Tebal      : 866 halaman
ISBN        : 978-979-024-115-2
ISI
Buku ini di awali dengan pembahasan kedatangan islam .Masuknya Islam di bumi Nusantara mengawali suatu rentangan waktu yang disebut Ricklefs sebagai Indonesia Modern. Ia mengajukan tiga unsur fundamental yang, menurutnya, telah mempersatukan periode tersebut sebagai"sebuah unit sejarah yang padu".Yang pertama adalah unsur kebudayaan dan agama: islamisasi Indonesia yang dimulai tahun sekitar 1200 dan berlanjut hingga hari ini. Yang kedua adalah unsur topik: saling pengaruh antara orang Indonesia dan orang Baratyang dimulai kurang-lebih tahun 1500 dan masih berlanjut. Yang ketiga adalah historiografi: sumber-sumber primer sepanjang periode ini ditulis hampir secara eksklusif dalam bahasa-bahasa Indonesia modern (Jawa,Melayu, dan seterusnya, bukannya Jawa Kuno atau Melayu Kuno) dan dalam bahasa-bahasa Eropa.
Gelombang kedua modernisasi nusantara adalah dengan masuknya bangsa-bangsa Eropa, terutama Portugis dan Belanda. Pengaruh mendasar dari kolonialisasi Portugis adalah kacaunya jaringan perdagangan sebagai akibat ditaklukannya Malaka, serta penanaman Agama Katolik, terutama di Indonesia timur. Kebrutalan kaum kolonial kian menjadi-jadi ketika korporsi-korporasi Belanda melakukan persaingan keras untuk memperebutkan rempah-rempah. Ricklefs menyebutnya pelayaran “liar”
Untuk mengatasi kekacauan dan kontestasi kasar itu, maka dibentuklah Perserikatan Maskapai Hindia Timur atau VOC. Meskipun VOC organisasi Belanda, namun sebagian besar personelnya bukanlah orang Belanda. Para petualang, gelandangan, penjahat, dan orang-orang bernasib jelek dari seluruh Eropa yang bersumpah setia. (hal:72). Sugguh tragis memang, jika sekian abad yang lalu, wilayah yang sedemikian kaya itu dikelola dan dikuasai oleh para bandit Eropa yang duduk di VOC. Berbarengan dengan masa awal pendudukan bangsa Eropa, di nusantara muncul kerajaan-kerajaan baru. Oleh Ricklefs hal ini dilihat sebagai kebangkitan kekuatan lokal yang diasporik tetapi memiliki perangai penakluk, seperti Aceh, Demak, Mataram, Gelgel (Bali) dan Bugis (Sulawesi).
Pada ruang waktu, utamanya pada era tahun 1600 – 1800 terjadi pelawanan militer secara habis-habisan dari kerajaan-kerajaan nusantara dengan Belanda. Masa pertempuran dua abad ini sangat diwarnai kompleksitas konfigurasi politik, intrik-intrik politik dan persekongkolan di lingkungan istana, sehingga kekuatan nusantara tidak sepenuhnya cukup kokoh untuk segera mengusir kolonial. Bukannya kemenangan politik dan kebudayaan, justru dalam perjalanan waktu dua abad (17-18), VOC telah benar-benar mampu membangun kekuatan despotik yang mampu sepenuhnya menundukkan negara-negara nusantara. Fenomena ini disajikan secara utuh oleh Ricklefs pada bab 6-10.
Pada perkembangan awal abad 19, Ricklefs menandai proses pembentukan negara-negara jajahan oleh kaum kolonial, sebab pada proses dua abad sebelumnya adalah proses hegemoni. Model negara jajahan yang diformulasikan oleh VOC adalah dengan sistem residensial, yakni VOC mendelegasikan kekuasaan lokal kepada residen dan bupati. Dengan sistem ini kekuasaan VOC cukup efektif, sebab dengan keterbatasan pasukan dan defisit anggaran, VOC dapat tetap berkuasa.
Untuk menutup kekurangan finansial, Pemerintah Kolonial Belanda menerapkan program tanam paksa (cultuurstelsel). Melalui program cultuurstelsel inilah Belanda meraih keuntungan yang besar. Sejak tahun 1831 anggaran belanja Kolonial Belanda sudah berimbang, dan hutang lama VOC telah terlunaskan. Lebih dari itu, Gubernur Jenderal Belanda mampu mengirimkan uang ke negeri Belanda 832 florins (1831-1877).
Akibat surplus yang diperoleh dari Jawa inilah Kolonial Belanda membiayai penaklukan daerah-daerah  diluar Jawa. (266-267).
Waktu terus bergulir, angka tahun menunjukkan 1900-an. Pada awal abad 20 ini Ricklefs menyebutnya sebagai era awal munculnya konsepsi tentang Indonesia. Pemerintah Belanda mulai menerapkan kebijakan yang dikenal dengan politik etis. Hal ini terjadi karena di Eropa sendiri sedang dilanda gagasan liberalimse, yakni semangat pembebasan. Novel Max Havelaar yang mengkritik habis kekejaman Hindia Belanda, kini mulai menjadi preferensi penting bagi pegawai kolonial. Fakta lain juga dapat kita temui dalam artikel yang ditulis oleh van Deventer (1899) yang menyatakan bahwa negeri Belanda berhutang kepada bangsa Indonesia. Realisasi dari politik etis adalah dibukanya pendidikan, utamanya dari golongan bawah oleh Gubernur Jenderal van Heutsz (1904-1909).
Dampak dari politik etis ini memang melahirkan model perjuangan tersendiri tentang kemerdekaan dari Belanda. Yakni format perjuangan yang lebih modern, misalnya saja melalui gaya parlementarian (Volksraad), maupun kampanye gagasan dan ideologi diberbagai surat kabar yang diterbitkan sendiri oleh para tokoh nasionalis, serta pembentukan serikat-serikat organisasi sosial-politik.Takashi Shiraishi (lihat: An Age Motion: Popular Radicalism in Java 1912-1926; 1990) menyebut era ini adalah zaman modern seiring dengan gemuruhnya slogan-slogan opheffing (kemajuan), ontwikkeling (perkembangan), dan opvoeding (pendidikan). Dengan menggunakan cara ini, setengah abad dilampaui oleh pejuang nasionalis untuk mendapatkan kemerdekaan. Sampai pada akhirnya waktu yang ditunggu itu tiba, yakni sebuah pernyataan kemerdekaan.
Lima tahun awal sejak kemerdekaan Indonesia, Ricklefs menyebutnya sebagai zaman revolusi. Sebab seluruh potensi kekuatan nasional ‘dipaksa’ untuk menghadapi kekuatan asing yang masih tetap melancarkan agresi. Ada realitas menarik yang disampaikan oleh Ricklefs mengenai masa-masa revolusi ini. Yakni munculnya sebuah ketegangan di Sumatera dan Jawa. Atas nama kedaulatan rakyat dan persatuan nasional, kelompok-kelompok revolusioner muda mengintimidasi, menculik, dan kadangkala membunuh para pejabat pemerintahan, kepala desa, anggota polisi, yang disangsikan kesetiannya, tuduhan korupsi, dan penindasan selama masa pendudukan Jepang (hal:440).
Pada masa lima tahun kedua sejak kemerdekaan, saatnya Indonesia memasuki fase percobaan demokrasi. Namun panggung politik nasional diwarnai dengan pertikaian politik , pergantian kabinet dan militer. Namun pada sisi lain, Indonesia mulai diperhitungkan dalam kancah politik internasional dengan menggalang kekuatan politik Asia-Afrika, sebuah daerah yang setidaknya memiliki kesamaan nasib, yakni sama-sama sebagai bangsa yang pernah dijajah. Hasil nyata dari konsolidasi ini oleh Soekarno populer disebutnya Nefo (New Emergencing Force). Namun kekuatan politik Soekarnopun lambat laun mulai redup, puncaknya saat tragedi G 30 S 65 meletus.
 Berikutnya, orde baru dibawah kepemimpinan militer tampil sebagai kekuatan korporatis. Orde baru memang berhasil melambungkan pertumbuhan ekonomi nasional, sampai-sampai gelar Bapak Pembangunan dilekatkan ke Presiden Soeharto waku itu. Karena stabilitas yang menjadi prinsipnya, maka seluruh potensi politik yang kritis segera dihabisi oleh orde baru. Klimaknya, orde baru jatuh atas otoritarinisme yang dijalankan selama 35 tahun. Gelombang demokrasi kedua mulai tumbuh. Orang populer menyebutkannya dengan zaman reformasi, namun kalangan akar rumput sering menyebutnya dengan ‘repot nasi’. Hal ini terjadi karena depresi ekonomi yang sedang melanda kawasan asia.Ketika perjalanan reformasi mencapai dua kali pemilu, Indonesia sebagaimana yang digambarkan oleh Ricklefs telah melampaui empat kali kepemimpinan nasional. Pada saat yang sama dibarengi sekian persoalan, mulai merajalelanya korupsi, ancaman sparatisme, tingginya angka kemiskinan, bahkan intrik-intrik politik yang mencederai kedewasaan berdemokrasi.
Kelebihan Buku
            Buku ini memiliki pembahasan yang menarik , karena membahas mengenai sejarah Indonesia dari Zaman kedatangan Islam sampai masa Orde Baru. Penekanan seluruh isi Buku ini adalah pada sejarah rakyat Indonesia.  Baik cerita sejarah Politik maupun permasalahan sosial budaya dan ekonomi di bahas didalamnya. Buku ini sangat baik untuk para mahasiswa yang inggin mendalami Sejarah Indonesia. Buku ini juga disusun secara kronologis sehingga mempermudah pembaca dalam memahami isi Buku.
Kekurangan Buku
Buku ini merupakan buku hasil terjemahan dari buku yang berjudul Historyof Indonesia. Sehingga pengunaan kata dalam buku ini terkadang susah untuk di mengerti .

1 komentar:

  1. If you're trying hard to lose pounds then you absolutely have to try this totally brand new personalized keto diet.

    To produce this keto diet, licenced nutritionists, personal trainers, and chefs have united to produce keto meal plans that are efficient, convenient, cost-efficient, and enjoyable.

    Since their grand opening in 2019, 1000's of people have already remodeled their body and health with the benefits a great keto diet can give.

    Speaking of benefits: in this link, you'll discover 8 scientifically-tested ones offered by the keto diet.

    BalasHapus