BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Kabinet wilopo merupakan kelanjutan dari
sistem pemerintahan parlementer di indonesia. Kabinet wilopo di bentuk setelah
kabinet sukiman di ambil mandatnya oleh DPR. Penyebab di ambil mandat kabinet
Sukiman karena di anggap lebih condong kebarat dan bertentangan dengan politik
nonblok indonesia.sesuai aturannya kabinet sukiman harus mengembalikan
mandatnya kepada presiden I.R sukarno. Setelah I.r Sukarno menerima mengunduran
diri Sukiman dan kabinetnya. Maka presiden Menunjuk Sidik Djoyosukarto dari
partai PNI (partai Nasional indonesia). Serta Prawoto Mangku sasmito dari partai
Masyumi menjadi formatur pembentukan kabinet yang baru.
Karena Sidik Djoyosukato dan Prawoto
Mangku Sasmito gagal merumuskan formatur kabinet. Maka mereka mengembalikan
mandat sebagai formatur kabinet kepada Ir Sukarno. Kegagalan mereka di sebabkan
oleh gagalnya membentuk kabinet yang kuat dan di dukung mayoritas partai di
parlemen serta tidak adanya kesepakatan tentang orang atau mentri yang akan
didudukkan di kabinet. Setelah Sidik Djoyodikusumo dan Prawoto mengembalikan
mandatnya Pada tanggal 19 februari 1952. Presiden I.r Sukarno kembali menbentuk
formatur kabinet baru yang diketuai oleh Wilopo.
Berdasarkan uraian di
atas maka penyusun mencoba untuk menggali lebih jauh tentang apa saja yang ada
pada Kabinet Wilopo.
B. Rumusan
Masalah
Pada makalah ini rumusan masalah yang akan dibahas yaitu sebagai berikut :
1.
Bagaimana
proses terbentuknya kabinet Wilopo ?
2.
Apa
sajakah partai-partai pendukung kabinet wilopo ?
2.
Faktor – faktor apa saja yang menyebabkan
kabinet Wilopo jatuh ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui
terbentuknya Kabinet Wilopo.
2.
Untuk mengetahui partai – partai pendukung
Kabinet Wilopo.
3.
Untuk mengetahui faktor – faktor jatuhnya
kabinet Wilopo.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Proses Terbentuknya kabinet Wilopo
Setelah
kabinet Sukiman di ambil mandatnya. Pada tanggal 1 Maret 1952 Presiden Soekarno
menunjuk Sidik Djojosukarto (PNI) dan Prawoto Mangkusasmito (masyumi) menjadi
fornatur. Yang diminta oleh Presiden kepada Fornatur adalah sebuah kabinet yang
kuat dan mendapat dukungan dari cukup dari Parlemen.[1]
Namun usaha fornatur menemui kegagalan sebab tidak ada kesepakatan tentang
calon-calon yang akan didudukan dalam kabinet. Pada tanggal 19 Maret mereka
mengembalikan Mandat, dan Presiden menunjuk Mr. Wilopo (PNI) sebagai fornatur
baru. Akhirnya setelah berusaha dua minggu, pada tangal 30 Maret Mr Wilopo
mengajukan susunan kabinet yang terdiri dari PNI dan Masyumi masing-masing jatah empat orang, PSI dua orang, PKRI
(Partai Katholik Republik Indonesia), Parkindo (Partai Kristen Indonesia),
Parindra (Partai Indonesia Raya), Partai Buruh, dan Partai Syarikat Islam
Indonesia (PSII) masing - masing satu orang dan golongan tak berpartai tiga
orang. Dalam
menentukan susunan personalia kabinetnya, Wilopo mengusahakan adanya suatu Tim
yang padu sebagai zaken kabinet, sehingga dapat secara bulat mendukungg
kabijakan pemerintah.[2]
Dalam konstelasi politik saat itu kehadiran partai-partai politik tetap
diperhitungkan agar mencapai mayoritas di Parlemen.
Berikut ini
merupakan susunan Kabinet Wilopo :
1. Perdana Menteri
: Mr. Wilopo
2. Wakil PM :
Prawoto Mangkusasmito
3. Menteri Luar
Negeri a.i. : Mr. Wilopo 6, dan Mukarto
4. Menteri
Dalam Negeri : Mr. Moh. Roem
5. Menteri
Pertahanan : Sri Sulatan HB IX 7
6. Menteri
Kehakiman : Mr. Lukman Wiradinata
7. Menteri
Penerangan : A. Manonutu
8. Menteri
Keuangan : Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo
9. Menteri
Petanian : Moh. Sardajan
10. Menteri Perekonomian : Mr.
Sumanang
11. Menteri Perhubungan : Ir.
Juanda
12. Menteri PU dan Tenaga : Ir.
Suwarto
13. Menteri Perburuhan : Ir.
Tedjasukmana
14. Menetri Sosial : Anwar
Tjokroamino 8
15. Menteri PP & K : Prof. Dr.
Bahder Djohan
16. Menteri Agama : KH Fakih Usman
17. Menteri Kesehatan : Dr. J.
Leimena
Program kerja kabinet ini ada 6
pasal, dan yang paling penting dari keenam program itu adalah mempersiapkan
pelaksanaan pemilihan umum. Kabinet ini juga memprogramkan untuk meningkatkan
kemakmuran rakyat dan menciptakan keamanan dalam negeri. Program luar negerinya
ditekankan kepada perjuangan pengembalian Irian Barat serta melaksanakan
politik luar negeri yang bebas aktif.[4]
B.
Partai-partai Pendukung Kabinet Wilopo
Partai pendukung kabinet Wilopo adalah PNI (partai
Nasional Indonesia) dan Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) Namun
Demikian, keduanya sulit untuk bekerjasama. Beroriantasi Nasionalis, PNI
mencurigai Motivasi keagaman yang mungkin di miliki oleh para pemimpin Masyumi,
sementara Masyumi tidak menyukai PNI karena pendukung utama partai tersebut
adalah kaum muslim abangan, terutama dari masyarakat Jawa. Dalam Masyumi
sendiri terdapat ketegangan antara faksi-faksi yang konservatif dan Modernis.[5]
Selanjutnya PNI semakin mencurigai motivasi- motivasi keagamaan dari beberapa
pemimpin masyumi dan mencari sekutu untuk membantunya menunda pemilihan umum ,
karena merasa takut bahwa masyumi mengkin akan meraih kemenangan yang sangat
besar.
PKI dengan strategi Front persatuan nasionalnya,
bersidia menawarkan bantuan kepada PNI dan tidak mencela kabinet seperti yang
dilakukan terhadap kabinet sebelumnya semua orang yang ditangkap dalam operasi
pembersihan anti komunis pada tahun 1951 kini dibebaskan.
PSI berpengaruh
di kalangan pejabat tinggi pemerintahan dan mempunyai pendukung di kalangan
tentara pusat. Sedangkan Masyumi mewakili kepentingan-kepentingan politik
Islam. Basis politik Masyumi terdiri atas kaum muslim yang taat, termasuk
sebagian besar kaum borjuis pribumi, para kyai dan ulama. Basis utama Partai
Nasional Indonesia (PNI) ialah didalam birokrasi dan kalangan para pegawai
kantor. Di daerah pedesaan Jawa partai ini memiliki daya tarik yang sangat
besar bagi masyarakat muslim nominal (abangan).
Motivasi partai-partai mendukung pemerintahan yaitu agar mereka duduk di
dalam parlemen dengan praktik ‘’ politik dagang sapi ‘’ yang hanya
menguntungkan segelintir elite politik. Hal ini berkaitan dengan koalisi dari
dua atau lebih partai politik untuk membentuk kabinet pemerintahan. Dimana
masing-masing partai berada dalam keadaan memerikan penawaran untuk menempatkan
orang-orang guna mengisi pos-pos kementrian tertentu, dengan demikian praktik
politik dagang sapi lebih berorientasi pada kekauasaan dan kepentingan sebuah
partai politik, ketimbang rakyat banyak. [6]
C.
Faktor- faktor yang menyebabkan jatuhnya Kabinet
Wilopo
Ada beberapa faktor yang menyebabkan jatuhnya kabinet Wilopo yang pertama
yaitu keadaan ekonomi yang kian memburuk dengan berakhirnya perang korea.
Antara bulan februari 1951- dan september 1952, harga karet, ekspor yang
terpenting turun 71%. Penghasilan pemerintah tentu saja merosot. Dalam upaya
untuk memperbaiki neraca perdagangan yang tidak menguntungkan serta keluarnya
cadangan emas dan devisa maka pemerintah mengenakan bea tambahan sebesar 100
sampai 200 persen terhadap impor barang mewah dan mengurangi pengeluaran.
Selain itu kabinet juga berencana memperkecil jumlah birokrasi dan militer.[7]
Pengurangan yang direncanakan dikalangan militer inilah yang pada akhirnya
menimbulkan konflik yang gawat di dalam tubuh tentara dan merupakan cikal bakal
terjadinya peristiwa 17 Oktober 1952. Peristiwa 17 Oktober 1952 merupakan
peristiwa yang cukup mengoncang kabinet Wilopo ialah yang menyangkut persoalan
angkatan darat, peristiwa ini mempunyai sangkut paut dengan perkembangan
ekonomi, reorganisasi atau profesionalisasi tentara dan campur tangan parleman
atas persoalan militer. Perkembangan ekonomi dunia kurang menguntungkan
pemasaran hasil eksport hingga penerimaan devisa menurut sekali dibandingkan
kabinet sebelumnya. Dengan maksud melakukan penghematan tetapi juga pembentukan
tentara yang memenuhi persyaratan Internasional anggota militer yang
semata-mata memasuki dinas ketentaraan karena pangilan revolusi perlu
dikembalikan ke masyarakat. Tentara bukanlah suatu amatirisme tetapi
fesionalisme. Ini menyebabkan protes dikalangan perwira yang pendidikanya
rendah, atau pro pengajur persatuan, seperti yang tercermin dalam surat Bambang
Supeno kepada Presiden yang kemudian menimbulkan kericuhan (perpecahan) di
kalangan tentara[8].
Banyak Politisi yang menyalahkan menteri pertahanan, Sultan Hamengku
Buwana, sebagai yang tercermin dalam
mosi tak percaya dari Zainal Baharudin dan manai Sophian yang mendesak ke
organisasian AP. Menyadari akan tangung jawabnya, KSAD Nasution beserta pimpinan AD baik dari pusat
maupun didaerah-daerah pada tanggal 17 Oktober 1952 menghadap Presiden Sukarno
dan mengusulkan agar Parlemen dibubarkan, karena terlalu berbau kolonial,
Presiden langsung memimpin pemerintah sampai diselengarakan pemilihan umum.
Presiden Sukarno menolak karena tidak mau jadi diktator . Usul tersebut
didahului oleh suatu demonstrasi dimuka istana Presiden dengan usul yang sama.
Golongan Anti peristiwa 17 Oktober meluas juga dikalangan AD sendiri menteri
pertahanan , sekretaris jendral Ali Budiharjo dan sejumlah perwira yang merasa
bertangungjawab atas terjadinya peristiwa 17 oktober mengundurkan diri dari
jabatanya. Kedudukan Nasution digantikan oleh Bambang Sugeng. Meskipun
peristiwa 17 Okober tidak menyebabkan kabinet Wilopo jatuh tetapi prestisenya
menurun[9]
.
Yang
dua yaitu Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang
berkurang banyak terlebih setelah terjadi penurunan hasil panen sehingga
membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras. Yang ke tiga Munculnya
gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa yang harus segera diselesaikan.
Di beberapa tempat, terutama di Sumatera dan Sulawesi
timbul rasa tidak puas terhadap pemerintahan pusat. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi
dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang. Daerah merasa bahwa sumbangan yang mereka
berikan kepada pusat hasil ekspor lebih besar dari pada yang dikembalikanke
daerah[10].
Yang keempat yaitu Munculnya sentimen
kedaerahan akibat ketidakpuasan terhadap pemerintahan. Mereka juga menuntut diperluasanya hak otonomi
daerah. Timbul pula perkumpulan – perkumpulan yang berlandaskan semangat
kedaerahan seperi, paguyuban Daya Sunda di Bandung dan Gerakan Pemuda federal
Republik Indonesia di Makassar. Keadaan ini sudah tentu membahayakan bagi kehidupan
negara kesatuan.
Lalu yang terakhir adalah masalah
tanah di Tanjung
Morawa, satu kecamatan
di Sumatera Timur. Di
kecamatan itu terdapat
perkebunan asing, antara
lain perkebunan kelapa sawit,
teh, dan tembakau.
Atas dasar persetujuan
KMB, para pengusaha asing itu
menuntut pengembalian lahan
perkebunan mereka, padahal perkebunan
itu telah digarap
oleh rakyat
sejak zaman pendudukan Jepang.
Ternyata pemerintah menyetujui
tuntutan dari para pengusaha asing
itu dengan alasan
akan menghasilkan devisa dan akan menarik
modal asing lainnya
masuk ke Indonesia.
Di sisi lain,
rakyat tidak mau meninggalkan
tanah-tanah yang telah
digarapnya itu. Maka pada tanggal
16 Maret 1953
terjadilah pentraktoran tanah
tersebut. Hal ini menimbulkan
protes dari rakyat.
Namun protes rakyat
itu disambut tembakan oleh
polisi, sehingga jatuh korban di kalangan rakyat.Peristiwa itu dijadikan sarana
oleh kelompok yang anti kabinet dan pihak
oposisi lainnya untuk
mencela pemerintah. Kemudian
mosi tidak percaya muncul di
parlemen. Akibatnya Kabinet Wilopo mengembalikan mandatnya kepada
presiden pada tanggal
2 Juni 1953
tanpa menunggu mosi itu diterima
oleh parlemen.[11]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil uraian yang telah dikemukakan diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto
(PNI) dan Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) menjadi formatur, yang diminta oleh
Presiden Soekarno kepada formatur ialah sebuah kabinet yang kuat dan mendapat
dukungan cukup dari parlemen. Usaha kedua formatur untuk membentuk kabinet yang
kuat menemui kagagalan. Pada tanggal 19 kedua formatur itu mengembalikan
mandatnya dan Presiden Soekarno menunjuk Mr. Wilopo (PNI) sebagai formatur
baru.
2.
Program kerja kabint Wilopo : Mempersiapkan
pemilihan umum, Berusaha mengembalikan Irian Barat ke dalam pangkuan RI,
Meningkatkan keamanan dan kesejahteraan, Memperbarui bidang pendidikan dan
pengajaran, Melaksanakan politik luar negeri bebas aktif.
3.
Kabinet Wilopo mendapat dukungan koalisi dari
PNI, Masyumi dan PSI. Partai Sosialis Indonesia (PSI) didukung oleh kaum
intelektual Jakarta. PSI berpengaruh di kalangan pejabat tinggi pemerintahan
dan mempunyai pendukung di kalangan tentara pusat. Sedangkan Masyumi mewakili
kepentingan-kepentingan politik Islam. Basis politik Masyumi terdiri atas kaum
muslim yang taat, termasuk sebagian besar kaum borjuis pribumi, para kyai dan
ulama. Basis utama Partai Nasional Indonesia (PNI) ialah didalam birokrasi dan
kalangan para pegawai kantor. Di daerah pedesaan Jawa partai ini memiliki daya
tarik yang sangat besar bagi masyarakat muslim nominal (abangan).
4.
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi
tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Peristiwa
ini dijadikan sarana oleh kelompok yang anti kabinet dan pihak oposisi lainnya
untuk mencela pemerintah. Akibatnya Kabinet wilopo mengembalikan mandatnya
kepada presiden pada tanggal 2 Juni 1953 tanpa menunggu mosi itu diterima oleh
parlemen.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Posponegoro, MD. 1984. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta :
Balai Pustaka.
Ricklefs, MC. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta : Serambi.
Moedjanto.1988. Sejarah Indonesia abad ke-20 jilid II.
Yogyakarta : Kanisius.
Wardaya, BT.
2008. Indonesia Melawan Amerika konflik PD 1953-1963. Yogyakarta: Galangpress.
Pustaka, RK. 2008. UUD 45&
Perubahanya susunan kabinet RI lengkap
(1945-2009). Jakarta: PT kawan Pustaka.
Pendidikan
sejarah Unnes 2013. 2016. Dinamika pergantian tujuh kabinet masa demokrasi
parlementer 1950-1959. Semarang: Savista Press.
Jurnal
Saiman,
Marwono, dan Syofyan. 2013 . Sistem Pemerintahan pada masa Demokrasi Liberal
tahun 1949-1959. Pekanbaru: Universitas Riau.
[1] Marwati Djoened
Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto,
Sejarah Nasional Indonesia jilid VI
[2]
Ibid,
[3] Redaksi
Kawan Pustaka, UUD 45&
Perubahanya susunan kabinet RI lengkap
(1945-2009), PT Kawan Pustaka, Jakarta, 2008, hlm. 62-63.
[4] Marwono
Saiman dan Syofyan, Sistem Pemerintahan pada masa Demokrasi Liberal tahun
1949-1959, Universitas Riau, Pekan Baru,
2013, hlm. 7.
[5] Baskara
T Wardaya, Indonesia Melawan Amerika konfil PD 1953-1963, Galangpress
Publisher, Yogyakarta, 2008, hlm. 140.
[6]
Pendidikan Sejarah 2013, Dinamika pergantian tujuh kabinet masa demokrasi
parlementer 1950-1959, Savita Press, Semarang, 2016, hlm. 74-75
[7] MC
Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2001, Serambi, Jakarta, 2008. hlm. 486.
[8] Ibid,
hlm. 487
[9] Moedjanto,
Sejarah Indonesia Abad ke-20 Jilid II, Kanisius, Yogyakarta , 1988 , hlm. 88.
[10] Marwati
Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto ,
Sejarah Nasional Indonesia jilid VI
[11] Marwono
Saiman dan Syofyan, Sistem Pemerintahan pada masa Demokrasi Liberal tahun
1949-1959, Universitas Riau, Pekan Baru,
2013, hlm. 8.
Did you realize there's a 12 word phrase you can speak to your partner... that will trigger deep emotions of love and impulsive attractiveness to you deep within his heart?
BalasHapusThat's because deep inside these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's instinct to love, please and protect you with all his heart...
====> 12 Words That Fuel A Man's Love Response
This instinct is so built-in to a man's brain that it will make him try harder than ever before to build your relationship stronger.
Matter-of-fact, fueling this powerful instinct is so binding to achieving the best ever relationship with your man that the moment you send your man a "Secret Signal"...
...You'll instantly notice him open his soul and mind to you in such a way he haven't experienced before and he'll perceive you as the one and only woman in the galaxy who has ever truly tempted him.